Selasa, 07 Februari 2012

ketika menjadi ibu


ANAKKU SEBUAH INSPIRASI
Oleh : YEMI WS

Aku adalah seorang Ibu dari dua orang putra. Putra pertama ku berumur 2 tahun, yang kedua berumur 11 bulan. Banyak hal  menarik dan menegangkan yang telah aku rasakan sejak kehadiran mereka dalam hidup ku  dan mengisi hari-hari ku.
Pengalaman pertama yang paling menegangkan dan mengharukan dalam hidup ku adalah ketika usia 4 bulan kehamilan pertama, denyut jantung bayi ku diperdengarkan ke telinga ku. Luar biasa, tiada kata yang dapat mewakili perasaanku saat itu, perasaan langit yang membahana, rasa syukur yang tak terkira, Allah SWT telah menitipkan satu jiwa dalam jiwa dan rahimku. Sungguh hebat kekuasaan Allah SWT dapat menghidupkan manusia dalam satu ruang kecil rahim seorang Ibu dan semua manusia pasti akan melewati proses ini tak terkecuali diriku. Pengalaman inilah yang mengembalikan diriku pada titik nol keberadaanku, dengan membawa kesadaran dan analisa terbalik bahwa awal dari keberadaan manusia di atas bumi ini karena ada kekuasaaan Allah SWT dan mustahil kiranya manusia hidup di bumi ini tanpa melibatkan kekuasaanNYA.
            Putra pertama ku bernama Mahatma Tsabit al Ma’arif. Motivasi dari pemberian nama ini  merupakan inspirasi dari seorang tokoh dunia asal India yaitu Mahatma Gandi, penerima nobel perdamaian yang membawa paham anti kekerasan dengan paham kebenaran yang universal. Mahatma Tsabit al ma’arif  memiliki arti Pribadi yang Mulia lagi Tegas. Mungkin sedikit muncul pertanyaan, kenapa tidak nama Muhammad di depanya, kenapa mesti Mahatma. Kami (aku dan ayahnya) berkeyakinan bahwa sebagai seorang Muslim, untuk dapat meneladani dan mencontoh Muhammad SAW tidak mesti membawa nama Beliau di depan nama kita, tapi menurut kami keberadaaan Beliau secara substansi harus telah melebur dan menyatu dalam setiap umat Muslim
Putra kedua ku bernama Ahsanul Bardan yang berarti Sebaik-baik Penyejuk. Motivasi dari pemberian nama ini adalah ketika melihat perkembangan pribadi dari putra pertama ku yang cendrung agresif dan histerical (saat adiknya lahir baru berumur 13 bulan). Kami (aku dan ayahnya) menginginkan putra kedua kami ini dapat menjadi penyeimbang dan penyejuk terhadap kecendrungan sifat dari putra pertama kami.
Seiring waktu berjalan, aku senantiasa memantau perkembangan dan kecendrungan sifat kedua jagoan ku. Subhanallah, ternyata kecendrungan sifat kedua putra ku sangat mengarah pada substansi nama-nama mereka. Putra pertama ku berwatak keras dan konsisten, namun ketika diberi pengertian, dia akan lebih lembut dan memahami. Sementara itu putra kedua ku lebih tenang, suka mengamati dan menyejukkan hati ketika melihatnya. Benarlah kiranya titah Rasulullah bahwa kewajiban utama orang tua terhadap anak-anak mereka salah satunya adalah memilihkan nama yang baik untuk mereka.
Pemberian nama bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi perbedaan sifat dan keadaan emosi kedua putra ku. Sepanjang aku mengamati dan mendampingi mereka, ada satu hal yang menjadi catatan penting dan pengalaman berharga dalam diri ku sebagai seorang Ibu, yaitu kesiapan dan ketenangan dalam memperlakukan kedua buah hati ku ini.
            Ada perbedaan yang sangat signifikan tentang kesiapan dan ketenangan ku dalam menghadapi kehadiran mereka.
  Sebagai seorang ibu muda dan pemula, aku belum punya banyak pengalaman dan pemahaman tentang menghadapi segala bentuk kebiasaan dan prilaku bayi, sehingga dalam menghadapi kelahiran dan pasca melahirkan putra pertama, aku cendrung bingung dan sering stres, sehingga kemudian ku ketahui kondisi inilah yang mempengaruhi produksi “ASI” ku tak lancar dan tak bisa memenuhi kebutuhan bayi ku, sehingga bayi ku sering rewel dan berulah.
Kondisi ini diperparah dengan anggapan dan mitos dari lingkungan sekeliling ku. Kurang nya produksi “ASI” ku dianggap keturunan (Ibu dan kakak perempuan ku  juga memiliki masalah dengan “ASI” ) dan merupakan sebuah takdir yang tak bisa di rubah. Aku dihantui perasaan bersalah, merasa menjadi perempuan tak sempurna, karena dari awal aku telah berniat dan bertekad sepenuh hati untuk memberikan “ASI”  cukup dan eklusif untuk bayi ku.
Akhirnya Putra pertama ku hanya 2 (dua) bulan memperoleh “ASI” dari ku, kemudian disambung dengan susu formula.
Kondisi ini berbanding terbalik, ketika menghadapi kehadiran putra kedua ku. Aku banyak belajar dan memahami kekurangan dan ketidak tepatan sikap ku dalam menghadapi anak pertama. Sehingga aku lebih tenang dan terus mencari sumber-sumber ilmiah berkait dengan produktifitas “ASI, alhamdulillah, produksi “ASI” ku lebih lancar dan dapat memenuhi kebutuhan bayi ku sampai  sekarang.
Sebuah pengalaman berharga dan membuat aku mulai berpikir jernih dan positif tak mau larut dalam sebuah mitos atau anggapan orang banyak yang tak teruji secara medis. Pemberian “ASI” yang cukup dan sering akan sangat mempengaruhi kondisi kejiwaan dan ketenangan seorang  anak dan akan mempengaruhi perkembangan wataknya kelak. Karena dalam proses pemberian “ASI” terjadi sebuah hubungan timbal balik antara ibu dan anak, terjadi sebuah pertautan jiwa dan hati yang melahirkan kenyamanan dan ketenangan di dalam diri anak.  
Kondisi inilah yang aku sadari yang menjadikan perkembangan emosi dan watak kedua putra ku berbeda. Putra pertama ku cendrung emosional, tak sabaran, meledak-ledak dan gampang menangis, sedangkan putra kedua ku cendrung tenang dan memahami. Namun aku ingin terus mempelajari dan memahami sikap dan kecendrungan mereka berdua, yang jelas dan ingin aku jadikan panduan ku dalam menyikapi dan membimbing anak-anak ku bahwa setiap anak dilahirkan berbeda dan memiliki potensi dan bakat yang berbeda pula dan aku yakin pasti sama-sama luar biasa tergantung dari sekarang bagaimana orang tua tidak menganggap dirinya serba benar, serba bisa dan tak berhenti belajar , terus menggali potensi dan bersikap terbuka.
Pengalaman inilah yang ingin sekali aku bagi kepada setiap Ibu-ibu muda. Kita harus yakin bahwa Allah SWT telah memberikan dan menyediakan sarana yang cukup dalam diri seorang Ibu untuk memenuhi kebutuhan bayinya, setidaknya sesuai dengan anjuran Pemberian “ASI” Ekslusif  selama 6 bulan, karena itu memahami dan mempelajari segala hal yang mempengaruhi stabilitas dan kesiapan seorang Ibu dalam menghadapi anak-anak mereka menjadi faktor penting dalam menghadirkan anak-anak terbaik, harapan orang tua, masyarakat dan bangsa.
 
Satu lagi pengalaman menarik dan menggelikan yang ku dapat dari keluguan anak-anak ku, adalah ketika  putra pertama ku mulai belajar menerima pelajaran dan bimbingan dari kami orang tuanya.
Satu di antara beberapa pelajaran pertama yang kami berikan pada si sulung adalah ketika masuk rumah melepaskan sandal/sepatu. Pelajaran ini terpatri dan tertanam dalam dirinya, sehingga seperti apapun keadaaanya si sulung tetap membuka sandal/sepatunya ketika masuk rumah.
Suatu ketika aku dan ayahnya membawa putra pertama ku ini jalan-jalan sore ke sebuah taman kota, tapi sebelumnya kami harus ke ATM (Authomatic Teller Machine) dulu karena persediaan uang di tangan sudah habis.  Ketika telah sampai di depan gedung/ruangan ATM yang di tuju, aku dan ayahnya segera masuk ke dalam di susul putra pertama ku, tiba-tiba tanpa melihat kiri kanan juga tak melihat pada kami ayah bundanya dengan yakin tanpa ragu-ragu, si sulung melepas sandalnya dan melenggang masuk menuju ATM. Aku dan ayahnya tercenung sejenak dan kemudian tertawa geli melihat tingkah putra pertama kami ini. Begitu juga ketika dia di bawa ke Supermarket, ke BANK atau ke tempat-tempat umum lainnya dia selalu melepas sandalnya. Luar biasa, begitu kuat  dia memegang pengajaran dan konsisten menerapkanya, begitu bersih jiwanya. Kejadian ini membuat kami semakin mawas diri dan belajar untuk berusaha memegang teguh sebuah kebaikan tanpa menghiraukan lingkungan sekeliling mendukung atau tidak.
Itulah beberapa pengalaman indah dan penuh pelajaran yang aku rasakan semenjak Allah SWT memberikan anugerah terindah dalam hidup ku menjadi seorang Ibu.
Kehadiran kedua putra ku membuat hidup terasa indah dan penuh warna.
Kehadiran mereka terus membawa kesadaran-kesadaran baru yang memacu dan mendorong kami untuk terus mencari, membenahi diri dan akan terus berusaha melakukan yang terbaik. Karena kami sadar mereka adalah anak-anak masa depan, mereka kelak akan memiliki dunia dan style sendiri. Tugas kita sekarang hanya sekedar memberi bekal dan berperan dalam memberikan prinsip-prinsip dasar dalam hidup mereka.
Terima kasih anakku, kalian adalah guru terbaik ku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar